Single Post

KEGIATAN MOTIVASI UNTUK PARA USTADZAH BERSAMA BADAN PENJAMINAN MUTU PONPES TAHFIDH AL HAMIDIYAH

media
media
media

alhamidiyah.ponpes.id - Dalam rangka meningkatkan semangat dan kualitas kinerja para pendidik, Pihak Yayasan bersama Badan Penjaminan Mutu Pondok Pesantren Tahfidh Al Hamidiyah menyelenggarakan kegiatan Motivasi untuk Para Ustadzah.

Sesi pertama kegiatan ini dibuka dengan penuh kehangatan oleh Ibu Nyai Hj. Uswatun Hasanah, S.E. selaku ketua yayasan pondok pesantren tahfidh al hamidiyah yang dalam sambutannya menyampaikan pentingnya menjaga keikhlasan dan semangat dalam mendidik santri sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Beliau juga menekankan bahwa menjadi ustadzah bukan sekadar profesi, melainkan amanah mulia yang membutuhkan keteladanan, kesabaran, dan semangat belajar sepanjang hayat.

Selanjutnya sesi motivasi, pertama disampaikan oleh Bapak K.H. Ulin Nuha, Lc. yang mengutip dari kitab Ihya’ Ulumuddin Karya Imam Ghazali terkait Adab guru dan pengajarannya.

الوظيفة الأولى : الشفقة على المتعلمين وأن يجريهم مجرى بنيه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم

Guru harus punya “Syafaqoh” artinya memiliki perasaan welas asih terhadap murid dan memperlakukan murid seperti anak sendiri.

الوظيفة الثانية أن يقتدي بصاحب الشرع صلوات الله عليه وسلامه فلا يطلب على إفادة العلم أجرا ولا يقصد به جزاء ولا شكرا بل يعلم لوجه الله تعالى وطلبا للتقرب إليه ولا يرى لنفسه منة عليهم

Guru harus mengikuti apa yang diajarkan Baginda Rasulullah SAW. Tidak hanya mengharap sekedar upah atau ucapan terimakasih. Murid merupakan media untuk memanfaatkan ilmu. Maka guru harus bersyukur atas keberadaan murid. 


الوظيفة الثالثة : أن لا يدع من نصح المتعلم شيئا وذلك بأن يمنعه من التصدي لرتبة قبل استحقاقها والتشاغل بعلم خفي قبل الفراغ من الجلي ثم ينبهه على أن الغرض بطلب العلوم القرب إلى الله تعالى

Guru jangan sampai lupa untuk menasehati murid untuk belajar sesuai dengan tahapannya.

الوظيفة الرابعة وهي من دقائق صناعة التعليم أن يزجر المتعلم عن سوء ا لأخلاق

Jangan sampai menjadi guru ketika mengingatkan anak dengan cara yang keras.

الوظيفة الخامسة أن المتكفل ببعض العلوم ينبغي أن لا يقبح في نفس المتعلم العلوم التي وراءه

Dalam mengajar, Guru jangan sampai menjelekkan ilmu atau guru lainnya.

الوظيفة السادسة أن يقتصر بالمتعلم على قدر فهمه فلا يلقي إليه ما لا يبلغه عقله

Guru jangan sampai memberi pemahaman kepada anak diluar kemampuan mereka, semua butuh proses.

الوظيفة السابعة أن المتعلم القاصر ينبغي أن يلقى إليه الجلي اللائق به ولا يذكر له

Guru harus menyesuaikan kemampuan anak sesuai kapasitas.

الوظيفة الثامنة أن يكون المعلم عاملا بعلمه فلا يكذب قوله فعله  لأن العلم يدرك بالبصائر والعمل يدرك بالأبصار وأرباب الأبصار أكثر

Guru harus melakukan apa yang di ajarkan dan dituturkan sekaligus sebagai uswah bagi muridnya

Kemudian motivasi kedua disampikan oleh Bapak K. Saifuddin Noor, M.Pd.I, dengan nasehat yang beliau tuturkan, ‘Seorang guru harus berpegang teguh pada manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah, menjadikan ajaran etika dan akhlak Rasulullah SAW serta tuntunan para ulama sebagai pedoman dalam mendidik. Dalam hal ini, beliau meneladankan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh Imam Al-Ghazali dan Imam Junaid Al-Baghdadi sebagai contoh nyata adab dan keikhlasan seorang pendidik. Beliau menegaskan bahwa anak akan lebih mudah menyerap ilmu melalui keteladanan, bukan hanya melalui kata-kata. Maka, setiap tindakan guru hendaknya mencerminkan ilmu yang diajarkan, agar murid belajar bukan sekadar dengan pikiran, tetapi juga dengan hati. Di akhir setiap pelajaran, guru dianjurkan untuk mengajak anak berdoa dengan khusyuk, memohon kepada Allah agar ilmu yang diperoleh menjadi ilmu yang bermanfaat dan penuh keberkahan, terlebih dalam pengajaran Al-Qur’an yang mulia. Menurut beliau, penting pula bagi guru untuk menumbuhkan kecintaan murid terhadap Al-Qur’an, agar mereka belajar dengan rasa cinta, bukan sekadar kewajiban. Dalam setiap langkah mengajar, guru hendaknya menanamkan niat ikhlas dan ridha, karena dari keikhlasan itulah akan lahir barokah dalam ilmu dan amal. Akhirnya, beliau mengingatkan bahwa waktu adalah amanah. Oleh karena itu, manfaatkanlah waktu sebaik-baiknya untuk hal-hal yang membawa kemaslahatan, baik bagi diri sendiri maupun bagi peserta didik.

Dalam sesi motivasi berikutnya, Bapak Dr. Sulhadi, M.Si. menyampaikan pesan sederhana namun penuh makna tentang hakikat menjadi seorang guru. Beliau mengatakan bahwa,

“Menjadi guru itu sederhana — lakukanlah dengan hati.”
Menurut beliau, ketulusan hati adalah kunci utama dalam mendidik. Saat guru menjalankan tugasnya dengan hati yang ikhlas, setiap kata, sikap, dan tindakan akan menyentuh jiwa murid, menumbuhkan semangat belajar, dan menghadirkan keberkahan dalam proses mengajar.

Sementara itu, Bapak H. Muhammadun selaku Dewan Pembina Yayasan menekankan pentingnya kedisiplinan dalam kehidupan seorang pendidik. Beliau menjelaskan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kedisiplinan berarti ketaatan dan kepatuhan terhadap norma atau peraturan yang telah disepakati. Namun, beliau menambahkan makna yang lebih mendalam, bahwa kedisiplinan sejati adalah ketaatan dan kepatuhan terhadap nilai-nilai dengan hati yang sadar dan tulus. Beliau mengajak para ustadzah untuk membiasakan disiplin dalam segala hal, dimulai dari hal paling sederhana seperti disiplin waktu, karena dari kedisiplinan itulah lahir ketertiban, tanggung jawab, dan keteladanan bagi para santri.

Di akhir sesi, Ibu Nyai Hj. Uswatun Hasanah menyampaikan pesan penuh makna yang menggugah semangat para ustadzah dalam mendidik santri. Beliau menegaskan bahwa karakter santri merupakan hal utama yang harus menjadi fokus utama dalam setiap kegiatan pembelajaran dan pembinaan. Beliau mengajak para pendidik untuk menciptakan program-program yang menarik, kreatif, dan tidak monoton, agar proses belajar tidak hanya berjalan efektif tetapi juga menyenangkan bagi para santri. Dalam pandangan beliau, seorang guru harus memiliki keyakinan dan optimisme dalam mendidik;

“Jangan pernah melihat sesuatu sebagai hal yang tidak mungkin. Jangan mengatakan ‘tidak bisa’, dan jangan pula menunda dengan kata ‘nanti saja’.”

Ibu Nyai Hj. Uswatun juga mengingatkan agar para ustadzah tidak memandang anak sebagai sosok yang tidak bisa, sebab setiap santri memiliki potensi dan kecerdasan yang berbeda-beda. Dengan memahami keunikan tersebut, guru dapat menuntun setiap santri untuk tumbuh sesuai fitrahnya masing-masing dan mencapai keunggulan di bidangnya.